Kamis, 17 Oktober 2013

Hasil Rasa Kasihan

Seorang ulama agung yang hidup di abad ke-12 Hijriah, almarhum Sayyid Muhammad Baqir Syifti Rasyti, yang biasa dipanggil Hujjatul Islam Syifti, merupakan mutjahid yang mulia dan bertakwa. Ia dilahirkan pada tahun 1175 Hijriah di kota Gilan dan meninggal pada usia 85 tahun di Isfahan. Kuburnya terletak disamping masjid Sayyid Isfahan, dan biasa diziarahi kaum mukmnin.

Ia memiliki sebuah kisah yang amat menarik tentang hasil rasa kasihan terhadap kehidupannya. Semasa menuntut ilmu di madrasah di Najaf dan Isfahan, hidup Hujjatul Islam Syifti amatlah miskin. Adakalanya dikarenakan menahan lapar, tubuhnya kehilangan tenaga dan jatuh pingsan. Namun ia senantiasa menyembunyikan kefakirannya dan tidak mengeluh kepada siapapun.

Suatu hari, di madrasah Isfahan, ada pembagian uang kepada mereka yang bersedia melakukan shalat wahsyah (shalat yang dilakukan sebagai hadiah bagi jenazah pada malam pertama dikuburkan). Ia pun menerima sejumlah uang untuk melaksanakan shalat itu. Dikarenakan sudah lama tidak makan daging, ia pun pergi ke pasar dan membeli hati kambing. Setelah itu, ia kembali ke madrasah. Di tengah perjalanan, ia melihat seekor anjing sedang terbaring di tanah dan anak-anaknya sibuk menghisap puting susunya. Anjing itu kurus kering dan tak mampu lagi berjalan.

Hujjatul Islam Syifti berkata dalam hatinya, “Kalau engkau benar-benar adil, anjing ini jauh lebih layak memakan hati itu ketimbang dirimu sendiri; karena ia amat kelapara, begitu pula anak-anaknya.” Ia langsung memotong-motong hati yang baru saja dibelinya dari pasar dan diletakkan didekat mulut anjing yang kelaparan itu.

Hujjatul Islam Syifti mengatakan bahwa tatkala melemparkan potongan hati kambing itu ke dekat mulut anjing tersebut, dirinya melihat anjing itu mendongakkan kepalanya ke langit seraya mengeluarkan suara. Ia tahu bahwa anjing itu sedang mendoakan dirinya.

Tak lama berselang dari kejadian itu, seseorang dari tempat kelahirannya mengirim uang untuknya dengan sebuah pesan, “Saya tidak rela uang ini engkau habiskan untuk memenuhi keperluan hidupmu. Tetapi serahkanlah uang ini kepada seorang pedagang untuk dijadikan modal. Ambillah keuntungannya untuk memenuhi keperluan hidupmu.”

Ia lalu menjalankan pesan itu. Singkat cerita, berkat keuntungan yang diperolehnya, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bahkan ia memperoleh keuntungan yang melimpah ruah. Darinya, ia mampu membeli seribu kedai dan tempat penginapan. Bahkan, ia membeli sebuah desa didekat tempat tinggalnya. Hasil sewa sawah dari desa itu setiap tahunnya mencapai 900 karung beras. Ia hidup sejahtera bersama istri dan anak-anaknya. “Semua ini berkat belas kasihan saya kepada anjing kelaparan itu. Saya lebih mengutamakan anjing itu dari diri saya sendiri.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar