Minggu, 27 Oktober 2013

CINTA

Syekh yang mulia percaya bahwa sebagaimana pecinta senang berbincang-bincang dengan kekasihnya, maka seorang yang mendirikan shalat juga harus menyenangi keintiman yang bergelora dengan Tuhannya. Secara pribadi, dia seperti ini sebagaimana para kekasih Allah semuanya seperti ini.

Nabi (saw) menggambarkan kesenangannya dalam shalat sebagai berikut:

"Allah--Yang Maha Terpuji--telah menjadikan kesenangan mataku dalam shalat dan menjadikan shalat sebagai kekasihku sebagaimana makanan menjadi kekasih yang lapar dan air menjadi kekasih yang haus; (dengan perbedaan bahwa) kalau orang orang lapar itu makan maka ia akan kenyang dan kalau yang haus minum maka ia akan puas, tetapi saya tidak pernah kenyang [atau puas] dari [melaksanakan] shalat."

Salah satu murid Syekh, yang telah menghabiskan tiga puluh tahun hidupnya bersamanya mengatakan, "Allah tahu bahwa saya menyaksikannya berdiri shalat seperti pecinta didepan Kekasihnya, terpukau oleh Keindahan-Nya. Selama hidup saya hanya melihat tiga orang yang luar biasa dalam shalat mereka: almarhum Syekh Rajab Ali Khayyath, Ayatullah Kuhistani, dan Agha Syekh Habibullah Gulpaygani di Masyhad. Mereka mengagumkan ketika berdiri shalat; saya dapat melihat secara intuitif bahwa kualitas sekitar mereka terasa lain; mereka tidak menaruh perhatian kepada apapun selain Allah."



Source: The Elixir of Love : Senyawa Cinta -- CINTA

LAWANLAH NAFSUMU

Salah seorang pegulat terkenal semasa Syekh bernama Ashghar Agha Pahlavan bertutur: "Suatu ketika saya dibawa ke hadapan Syekh yang mulia, dia menepuk pundak saya seraya berkata, 'Jika Anda juara sejati, lawanlah nafsumu sendiri!'"

Sebenarnya menghancurkan berhala nafsu itu adalah langkah pertama dan terakhir dalam melenyapkan syirik dan meraih tauhid.

Langkahkan dirimu, peluklah Sang Kekasih
Menuju Ka'bah bersatu dengan-Nya
Hanyalah baru selangkah maju
Jika engkau sirnakan diri
Pastilah Sang Kekasih bersatu denganmu
Jika tetap tidak terbakar
Tidaklah matang keadaanmu

Mungkin inilah apa yang dimaksud dengan perkataan kedekatan jalan meraih Tuhan, yang Abu Hamzah Tsumali telah mengutip Sayyid as-Saajidin Ali bin Husain (as) ketika berkata, "Bagi orang yang berjalan menuju-Mu, jarak menjadi dekat."

Dan sebagaimana disyairkan Hafiz dari Syiraz:

Sepanjang engkau memandang pengetahuan ilmiah,
Engkau kehilangan pengetahuan Tuhan
Akan saya katakan padamu satu hal:
'Jangan pikirkan dirimu dan engkau akan bebas'

Tampaknya, Syekh yang mulia ditunjuk untuk meneruskan sebuah misi ke Kermansyah untuk mengatakan hal diatas kepada seorang pribadi agung seperti Sardar Kabuli.




Source: The Elixir of Love 'Senyawa Cinta'

Tuhan Dalam Diri Kita

Di dunia kita sekarang, kursi listrik sudah lama dikategorikan alat siksa yang paling tidak manusiawi. Sebelum listrik ditemukan, orang akan sulit membayangkan manusia terkejang- kejang, teriak secara bertahap dan meronta-ronta lalu sekarat di atas kursi besi. Tanpa ampun lagi, Amerika dikecam dunia lantaran negara itu paling banyak memproduksi alat siksa tersebut. Konon dalam legenda Yunani Kuno, kita temukan padanannya pada ranjang siksa milik Procrustes, perampok yang beroperasi di antara Magaru dan Athena. Untuk menghabisi korban, ia menidurkannya di atas ranjang tersebut untuk diukur sesuai panjangnya. Nah, jika tubuh si korban lebih panjang dari ukuran ranjang, Procrustes akan memotong bagian kepala atau kakinya. Tapi bila lebih pendek, ia akan menarik dan menarik tubuhnya sampai seukuran ranjang itu. Kursi listrik mungkin lebih mendekatkan bayangan kita dengan patung sapi yang dibuat raja Phalaris untuk menyiksa korbannya dengan memasukkannya ke dalam perut patung itu lalu membakarnya. Boleh jadi ini tidak seberapa dibandingkan buku Serial Killers yang dihimpun oleh Joyce Robins dan Peter Arnold. Mereka bilang, bahwa inilah cerita nyata tentang para pembunuh yang paling biadab, hanya untuk membantu kita supaya lebih mudah membayangkan apa yang dilaporkan. Supaya lebih mudah membayangkan. Sesudah itu, bisakah kita membayangkan yang lebih biadab? Bisakah kita secara lebih kejam mendekonstruksi dalam benak kita pemburuan Countess Elizabeth Bathory atas anak-anak gadis belia, membiarkan tubuh mereka sekarat, dikerat, dilubangi dan mati membusuk? Setelah kita menyaksikan penyiksaan Amerika atau Inggris di Guantenamo dan Abu Ghureib, bisakah kita menggubahnya secara lebih sadis lagi? Sebaliknya dalam pembangunan peradaban yang maju, kebanyakan kita mungkin akan mengira orang jaman dulu akan terperangah setengah napas melihat keserbacanggihan dunia kita, persis saat para wartawan Olimpiade di Olympia terkagum-kagum menghitung kekayaan peradaban masa lampau; kadang digambarkan sebagai keajaiban yang sulit dijabarkan dengan ilmu modern, atau sebagai kehebatan membangun teknik akustik canggih di arena terbuka. Lalu, bisakah kita membayang lebih wah lagi dari semua itu? Selaras dengan kata Bertrand Rassell bahwa hasrat manusia itu tak terbatas, daya bayang dan imajiner kita pun begitu liar bahkan melampaui hal-hal yang mustahil secara matematis.

Benar kata Sigmund Frued, daya bayang begitu kuat berperan dalam kerja-kerja inovatif, menciptakan keunikan dan keluarbiasaan. Daya bayang dan bayangan di benak ini pula pernah dipetik oleh Allamah Thabathabai dalam memberikan pendekatan intuitif, pendekatan lewat mata hati mengenai kaitan kita dengan Tuhan, yakni seerat kaitan kita dan khayalan yang kita bayangkan sendiri. Seakan ia hendak mendorong kita untuk memutuskan sendiri dengan melibatkan diri dalam pendekatan itu.

Andaikan saja! Kita bayangkan di benak kita sosok Bush; kita bisa apakan saja; mau kita karikaturkan seganjil mungkin, mau kita dewakan segagah mungkin, bahkan kita bisa pupuskan dari benak kita kapan saja kita mau. Maka, kita punya kekuasaan penuh atas bayangan yang kita bayangkan. Bayangan Bush itu tidak bisa keluar dari kendali jiwa dan kekuatan imajiner kita. Di hadapan ikhtiyar kita, ia tidak punya apa-apa, sama sekali. Ia tidak punya kuasa dan hak memutuskan sendiri serta berdiri mandiri. Saking tidak ada apa- apanya, ia bahkan tidak bisa menerima hak dan izin dari kita untuk mandiri.

Barangkali masing-masing kita tidak pernah membayangkan bahwa bayangan yang kita ciptakan di benak akan meludah saat kita gubah, akan melotot saat kita jungkirbalikkan. Sepertinya kita begitu yakin pada pengalaman sepanjang ini, bahwa apapun khalayan di benak kita selalu patuh dan pasrah mutlak di hadapan kehendak dan keinginan kita. Bukan keajaiban bila Bush di benak kita laksana adonan di tangan yang siap menerima segala bentuk. Coba kita lepaskan imajinasi kita untuk membayangkan Bush yang ada di benak itu menggeliat sendiri apalagi bertingkah seperti dia di Irak, membayangkan Condoleezza Rice sendiri melipstik merah bibir hitamnya sebelum berstrategi di tengah aula khayalan kita, membayangkan Collin Powell sendiri joget di atas lantai bayangan kita, tentu akan amat menjengkelkan kita daripada kejengkelan ketua partai atas ngelamak seorang kadernya. Dalam keadaan ini, kita bisa mengambil keputusan menindak mereka lebih dari kekejaman terakhir yang pernah kita bayangkan.

Allamah Thabathabai hendak mengingatkan kita, bahwa Jika kita sebegitu hebat dan kuasanya memperlakukan, mendatangkan dan melenyapkan bayangan di benak, dan jika bayangan di benak ini sebegitu lemah dan bergantungnya pada jiwa kita, bagaimana besarnya kehebatan dan kekuasaan Allah atas diri kita? Bagaimana dahsyatnya kelemahan dan ketakapa-apaan wujud kita di hadapan-Nya? Dan bagaimana ketatnya kelekatan dan kebergantungan hakikat kita pada Dzat-Nya? Akankah kita mengira- ngira diri kita lebih kurangnya sama dengan kepapaan bayangan di benak kita, ataukah malah lebih hina dan tidak berharga lagi? Salahkah bila filsuf kita memaknai wujud kita bukan sekedar salah satu dari dua sisi hubungan, tetapi hubungan ketergantungan itu sendiri yang tidak mungkin berdiri mandiri, lepas dan bebas dari kemahakuasaan-Nya? Dan, bisakah kita bayangkan apa yang akan dilakukan Allah terhadap gejala protes yang kita coba tunjukkan? Tidakkah ngelamak-nya kita, kekurangajaran kita dan kekerdilan kita lebih tolol daripada bayangan kita pada kita sendiri? Kita yang kalaulah tidak lebih remeh dari bayangan Bush atau Powell di benak kita ini, ternyata bisa tidak pasrah mutlak dan begitu konyol meludah serta melotot di atas batas-batas Sang Pemilik Mutlak wujud kita. Apakah tersisa sedikit hak kita di hadapan keperkasaan- Nya? Sejak kapan kita mulai bicara hak dan hidup sendiri? Sampai kapan kita bicara tanggung jawab- Nya? Di sinilah letak keajaiban satu makhluk bernama manusia yang zalim dan bodoh, yang berbuat di dalam kehadiran Tuhan Yang Akbar. Sebegitu bodohnya hingga terkadang atau terbiasa kita malah berprasangka buruk pada-Nya, berputus asa dari rahmat-Nya.

Nabi saw. bersabda, “Hati adalah takhta Allah, di hadapan takhta Allah jangalah bermaksiat!”. Toh, Allah masih membiarkan kita berumur, memberi kita karunia yang melimpah dari dunia-Nya, meluangkan kita berbuat sebebas kehendak yang dianugerahkan-Nya, dan tidak menuntut kita lebih dari sekedar insaf dan bertaubat. Dalam rasa hancur kita, Dia meminta, “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah”. Dalam rasa puas kita, Dia menyuruh, “Bersyukurlah dan jangan menyia-nyiakan!”.

Hafiz Syirazi bergazal:

Kunanti kelembutan hadirat-Mu, meski durjanaku
kan kuharap ampunan-Mu

Belas kasih Allah ini barangkali malah membingungkan para malaikat, “Akankah Engkau angkat mereka sebagai khalifah-Mu di bumi sementara merekalah yang melakukan pembunuhan dan pengrusakan?!”. Di sinilah letak keajaiban Sang Khaliq Yang Mahakasih Allah swt. Bagaimana Dia memperlakukan hamba-hamba-Nya, melebihi hasrat kasih seorang ibu pada timangannya. Sepertinya, keterikatan hakikat diri kita pada wujud Tuhan tidak tunduk pada kategori bayangan. Saking ketat dan dahsyatnya keterikatan kita ini, begitu sulit kita dekonstruksikan dalam khayalan dan benak kita. Meski demikian, kita bisa menyaksikannya dengan sangat gamblang. Kebejatan, kehinaan, kebusukan, kekurangajaran maksiat kita di atas arasy kekuasaan Allah memang bukan bayangan, juga kemurahan, keramahan, kasih sayang dan kelembutan-Nya membalas semua itu bukan pula bayangan, tetapi kenyataan yang bisa dihayati dan diresapi. Dalam relung penghayatan itu, surga Allah adalah keindahan yang jauh lebih hebat dari sekedar mengkhayalkan kecanggihan teknik akustik di Olympia itu, dan neraka Allah adalah siksa yang jauh lebih nista dari kekejaman yang bisa kita bayangkan di penjara Abu Ghureib sana. Masih dalam relung itu, surga yang dibukakan benar-benar persembahan, bukan imbalan atas amal baik seorang hamba, dan neraka yang dijanjikan sungguh balasan yang tidak lebih besar dari maksiatnya. Bagaimana manusia sesempurna Ali bin Abi Thalib itu meratap, “Ilahi, janganlah Engkau dudukkan aku di hadapan keadilan- Mu, namun perlakukan aku dengan kemurahan dan belas kasih-Mu”. Maka, ada yang mesti kita luruskan yang di atas tadi, bahwa ada banyak kenyataan yang tidak tergubah oleh kekuatan khayal dan ke-liaran bayangan kita. Bahwa kita sungguh bisa melihat keperkasaan, kelembutan dan kasih sayang Allah. Dalam Munajat Tiga Kata, Ali bin Abi Thalib memanjatkan, “Ilahi, betapa besar kemuliaan padaku saat aku menjadi hamba untuk-Mu. Ilahi, betapa besar kebanggaan padaku saat Engkau menjadi Tuhan untukku”. Sebaliknya, kita pun bisa melihat ketakapa-apaan, kehinaan dan kekurangajaran kita di hadapan Allah. Dalam doa Kumail, Ali kembali membacakan untuk kita, “Duhai Tuanku, begitu banyak keburukan yang kulakukan…dan begitu banyak sanjungan indah yang bukan milikku namun Kau tebarkan”. Kalaulah kita sudah putus asa terhadap penjabaran matematis kaum filsuf atas kenyataan itu, atau terhadap kiasan puitis kaum arif, sungguh kita masih bisa melihatnya dari dalam diri kita sendiri, secara lebih tajam. Tidak dengan imajinasi, tidak dengan akal, tidak pula dengan kata-kata dan pengajaran. Dengan segenap tingkat keawaman, masing-masing kita menyimpan mata hati yang sanggup melakukan penghayatan sejernih mungkin. Bersama Imam Khomeini, mari kita ikrarkan, “Dunia ini adalah aula Tuhan, di dalam aula Tuhan janganlah bermaksiat!”.



Source: [IRIB News / http://indonesia.irib.ir]

Kisah Imam Husein as yang Dibacakan Ayatullah Marashi Najafi Buat Pemuda Mabuk

Hujjatul Islam Sayid Mahmoud Marashi, anak Ayatullah al-Udzma Marashi Najafi yang sempat hidup bersama ayahnya selama 50 tahun menjelaskan kenangan indah mengenai kehidupan sederhana ulama besar ini: "Suatu malam, Ayatullah Marashi Najafi diundang untuk menghadiri acara akad nikah satu dari orang yang dikenalnya dan acara berlangsung lama. Ketika kembali dari acara, malam telah larut dan di tengah jalan beliau berjumpa dengan seorang pemuda mabuk yang berteriak-teriak. Pemuda itu dengan congkak bertanya, "Syeikh! Engkau datang dari mana?" Ayatullah Marashi Najafi menjelaskan kedatangannya ke daerah itu dan sekarang ini hendak pulang ke rumah. Pemuda mabuk itu kembali berkata, "Syeikh! Tolong bacakan kisah duka Imam Husein as untukku!" Ayatullah Marashi Najafi pada awalnya mencari alasan dengan menyebut di sini tidak ada mimbar, lampu dan tidak terang untuk membacakan kisah duka Imam Husein as. Tiba-tiba pemuda mabuk itu menjatuhkan dirinya di atas aspal dan berkata, "Baiklah, lihat ini adalah tempat duduk dan duduklah di hadapan saya." Hujjatul Islam Sayid Mahmoud Marashi melanjutkan, "Ayahku kemudian melanjutkan kisahnya: "Saya kemudian ikut duduk di depan pemuda ini. Ketika saya mulai mengucapkan Yaa Aba Abdillah, pemuda itu langsung menangis tersedu-sedu, sampai pundaknya bergerak-gerak dan membuat saya seperti terdorong oleh gerakan tubuhnya. Saya sendiri terpengaruh oleh tangisannya. Tapi melihat tangisan pemuda itu, saya segera menyadari bila kondisi ini terus berlanjut, pemuda itu akan pingsan. Akhirnya saya menyudahi kisah duka Imam Husein as. Pemuda itu mengatakan, "Syeikh! Mengapa engkau membaca kisah duka Imam Husein as dengan singkat."
Saya menjawab, "Saya merasa kedinginan." Ketika saya akan mengucapkan selamat tinggal kepadanya, ia berkata, bahwa saya harus mengantar Anda sampai ke depan rumah, agar tidak ada orang yang seperti saya mengganggu Anda." Hujjatul Islam Sayid Mahmoud Marashi mengakhiri kisah ini dengan mengutip penuturan ayahnya: "Dua atau tiga pekan setelah kejadian itu, Saya sedang duduk di mihrab Masjid Bala Sar. Tiba-tiba mata saya terpaku pada seorang pemuda yang sedang berjalan mendatangiku. Pemuda itu langsung menjatuhkan dirinya di hadapanku serta bersumpah demi hak dan kehormatan Sayidah Maksumah as kemudian berkata, "Saya memohon maaf dari Anda." Ia kemudian memperkenalkan dirinya. Dari ceritanya saya baru memahami ternyata pemuda ini adalah yang pernah saya temui malam itu dalam keadaan mabuk. Pemuda itu berkata bahwa sejak malam itu ia berubah total dan bertaubah. Ia sekarang mengikuti shalat jamaah. Pemuda itu hingga akhir hidupnya dengan penuh kekhusyuan dan rendah hati senantiasa mengikuti shalat jamaah di saf pertama.





(IRIB Indonesia / Saleh Lapadi) http://indonesian.irib.ir/

Jumat, 25 Oktober 2013

Tangan Ini Harus Dicium!

Nabi Muhammad Saw punya perhatian lebih kepada mereka yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Suatu hari ada seorang pekerja keras yang ingin menemui Nabi Saw. Ketika Nabi mengulurkan tangannya untuk menyalaminya, saat itu juga beliau memahami telapak tangan itu terasa kasar. Nabi lalu bertanya kepadanya, “Wahai pria! Apa yang menyebabkan tanganmu begitu kasar?”

Orang itu menjawab, “Saya seorang pekerja kasar. Dari pagi hingga malam saya bekerja menggali sumur dan dengan tali saya mengambil air dari sumur. Itulah mengapa tangan saya begitu kasar.”

Nabi Saw kemudian mencium tangannya dan bersabda, “Tangan ini harus dicium! Karena api neraka diharamkan atasnya.”




(IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.

Selasa, 22 Oktober 2013

Keberanian dan Firasat Imam Khomeini

Ada sebuah kejadian menarik sewaktu Imam Khomeini berada di Paris. Waktu itu, di Iran, Syah telah membentuk dewan kerajaan. Setelah itu, ia melarikan diri ke luar Iran. Kepala dewan kerajaan adalah Sayyid Jalaluddin Tehrani. Sosok Sayyid Jalaluddin cukup terkenal dan ahli nujum (astrologi). Ia punya tulisan tangan yang indah.

Dalam upaya mengobati penyakitnya, ia bertolah ke Paris. Ia menggunakan kesempatan itu untuk menemui dan mengadakan pembicaraan dengan Imam Khomeini. Sesampainya di pintu rumah Imam, ia meminta izin bertemu dengan beliau. Lalu para penjaga menyampaikan kedatangannya kepada Imam Khomeini.
Imam berkata, “Pertemuannya denganku harus dengan syarat: Ia menulis surat pengunduran dirinya dari dewan kerajaan.”

Jawaban Imam disampaikan kepadanya. Dengan tulisannya yang indah, ia menulis surat pengunduran dirinya. Lalu surat itu diserahkan kepada Imam Khomeini.

Setelah membaca surat itu, Imam berkata, “Ini tidak cukup. Karena ada kemungkinan, setelah keluar dari sini, ia akan mengatakan bahwa dirinya terpaksa menulis semua itu; ia harus menulis alasan pengunduran dirinya.”
Pesan itu disampaikan kepada Sayyid Jalaluddin. Lalu ia menulis demikian, “Sesuai pernyataan Imam Khomeini, bahwa dewan kerajaan bertentangan dengan undang-undang dasar, maka saya mengundurkan diri.”

Baru setelah itu, Imam Khomeini mengizinkannya masuk dan bertemu beliau. Di sela-sela pembicaraannya dengan Imam Khomeini, ia berkata, “Sikap ini amat berat dan mencemaskan. Saya takut akan resikonya.” Imam Khomeini berkata, “Engkau sama sekali jangan merasa takut. Syah telah pergi dan sama sekali tak akan pernah kembali!”

Senin, 21 Oktober 2013

Imam Ja'far al-Shadiq (a.s) Saying

"...Whoever saids there is no God
but Allah, a tree is planted planted
for him in the garden...".

A companion said to the Imam, "therefore our trees in the garden
are many".

Imam Jafar Sadiq replied, "However do not send fire for them to burm them" (meaning metaphorically don't let your sins
override your remembrance of Allah,
or else the hell fire can burn those
trees in heaven).

Imam Ali al-Hadi dan Panglima Turki

Imam Ahlul Bait ke-10, Ali al-Hadi, dilahirkan di Madinah pada 15 Dzulhijjah 212 Hijriah (masa kepemimpinan [imâmah] beliau pada 220-254 Hijriah). Pada 3 Rajab 254 Hijriah, dalam usia 42 tahun, beliau syahid di kota Samurra' (Iraq) akibat diracun Mu'tamad Abbasi atas perintah Mu'taz (khalifah Abbasiah ke-13). Makam suci beliau terletak di kota Samurra'.

Salah seorang pemimpin zalim pada masa imamâh beliau bernama Watsiq (khalifah Abbasiah ke-9). Orang-orang Watsiq datang ke Madinah dengan dipimpin seseorang berkebangsaan Turki. Mereka datang guna menumpas para pemberontak di Hijaz.

Abu Hasyim Ja'fari berkata, "Imam Ali al-Hadi berkata kepada kami—yang ada dihadapan beliau, 'Marilah kita bangkit dan menyaksikan dari dekat persiapan dan persenjataan yang dibawa Panglima Turki itu.' Kami pun keluar dari rumah dan berangkat menuju tempat berkumpulnya pasukan yang di bawa Panglima Turki itu. Kami berdiri tidak begitu jauh dari pasukan itu dan menyaksikan mereka."

"Tiba-tiba, Panglima Turki itu naik ke punggung kudanya dan menghampiri kami. Setelah dekat, Imam Ali al-Hadi berbicara dengannya dalam beberapa kalimat bahasa Turki. Ia merasa amat ketakutan lantaran menghadapi keagungan maknawiyah Imam Ali al-Hadi. Ia segera turun dari kudanya dan mencium kaki kuda yang ditunggangi Imam Ali al-Hadi. Saya lalu bertanya kepada Panglimma itu, 'Mengapa engkau begitu ketakutan sewaktu berhadapan dengan beliau (padahal engkau tidak mengenalnya)?'

Panglime itu balik bertanya, 'Apakah orang itu (sambil menunjuk Imam al-Hadi) seorang Nabi?' Saya menjawab, 'Bukan.' Panglima berkata, 'Ia telah memanggilku dengan nama kecilku semasa aku berada di Turkistan, padahal sampai detik ini tak seorangpun yang tahu bahwa aku punya nama itu?'"

Ridha Terhadap Ridha Ilahi

Seorang murid Imam Ja'far al-Shadiq (as) bernama Qutaibah mengatakan, “Salah seorang anak Imam Ja'far al-Shadiq jatuh sakit. Lalu saya pergi ke rumah beliau untuk menengoknya. Tatkala sampai didepan pintu rumah beliau, saya melihat beliau sedang berdiri disamping pintu rumah dalam keadaan sedih. Saya bertanya, ‘Bagaimana kondisi anak Anda?’ Beliau menjawab ‘Seperti itu dan terbaring.’ Kemudian beliau masuk ke dalam rumah. Selang beberapa jam, beliau keluar. Saya melihat beliau dalam keadaan gembira. Kemudian saya bergumam, ‘Pasti anak beliau sudah sembuh dan kesehatannya pulih kembali.’ Lalu saya bertanya kepada beliau, ‘Bagaimana kondisi anak Anda?’ Beliau menjawab, ‘Telah meninggal dunia.’ Saya heran dan bertanya, ‘Saat anak Anda masih hidup, Anda bersedih. Tapi tatkala ia meninggal dunia, saya tidak melihat tanda-tanda kesedihan di wajah anda?’ Beliau menjawab, ‘Kami Ahlul Bait, sebelum musibah kematian, kami bersedih. Namun tatkala qadha Ilahi telah datang, kami ridha dan pasrah pada ketentuan Ilahi.’”

Sabtu, 19 Oktober 2013

Yesterday I was talking with one of my korean's friends (a Muslim), she said: "If you want your prayers answered immediately, you should pray with a loud voice. So, He can hear your prayers."
I just smiled and replied, "Hey dear, don't you realize that our Lord is the Most Hear??" She speechless.

Kamis, 17 Oktober 2013

KEJENIUSAN IMAM ALI AS DALAMMATEMATIKA

Hasil Rasa Kasihan

Seorang ulama agung yang hidup di abad ke-12 Hijriah, almarhum Sayyid Muhammad Baqir Syifti Rasyti, yang biasa dipanggil Hujjatul Islam Syifti, merupakan mutjahid yang mulia dan bertakwa. Ia dilahirkan pada tahun 1175 Hijriah di kota Gilan dan meninggal pada usia 85 tahun di Isfahan. Kuburnya terletak disamping masjid Sayyid Isfahan, dan biasa diziarahi kaum mukmnin.

Ia memiliki sebuah kisah yang amat menarik tentang hasil rasa kasihan terhadap kehidupannya. Semasa menuntut ilmu di madrasah di Najaf dan Isfahan, hidup Hujjatul Islam Syifti amatlah miskin. Adakalanya dikarenakan menahan lapar, tubuhnya kehilangan tenaga dan jatuh pingsan. Namun ia senantiasa menyembunyikan kefakirannya dan tidak mengeluh kepada siapapun.

Suatu hari, di madrasah Isfahan, ada pembagian uang kepada mereka yang bersedia melakukan shalat wahsyah (shalat yang dilakukan sebagai hadiah bagi jenazah pada malam pertama dikuburkan). Ia pun menerima sejumlah uang untuk melaksanakan shalat itu. Dikarenakan sudah lama tidak makan daging, ia pun pergi ke pasar dan membeli hati kambing. Setelah itu, ia kembali ke madrasah. Di tengah perjalanan, ia melihat seekor anjing sedang terbaring di tanah dan anak-anaknya sibuk menghisap puting susunya. Anjing itu kurus kering dan tak mampu lagi berjalan.

Hujjatul Islam Syifti berkata dalam hatinya, “Kalau engkau benar-benar adil, anjing ini jauh lebih layak memakan hati itu ketimbang dirimu sendiri; karena ia amat kelapara, begitu pula anak-anaknya.” Ia langsung memotong-motong hati yang baru saja dibelinya dari pasar dan diletakkan didekat mulut anjing yang kelaparan itu.

Hujjatul Islam Syifti mengatakan bahwa tatkala melemparkan potongan hati kambing itu ke dekat mulut anjing tersebut, dirinya melihat anjing itu mendongakkan kepalanya ke langit seraya mengeluarkan suara. Ia tahu bahwa anjing itu sedang mendoakan dirinya.

Tak lama berselang dari kejadian itu, seseorang dari tempat kelahirannya mengirim uang untuknya dengan sebuah pesan, “Saya tidak rela uang ini engkau habiskan untuk memenuhi keperluan hidupmu. Tetapi serahkanlah uang ini kepada seorang pedagang untuk dijadikan modal. Ambillah keuntungannya untuk memenuhi keperluan hidupmu.”

Ia lalu menjalankan pesan itu. Singkat cerita, berkat keuntungan yang diperolehnya, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bahkan ia memperoleh keuntungan yang melimpah ruah. Darinya, ia mampu membeli seribu kedai dan tempat penginapan. Bahkan, ia membeli sebuah desa didekat tempat tinggalnya. Hasil sewa sawah dari desa itu setiap tahunnya mencapai 900 karung beras. Ia hidup sejahtera bersama istri dan anak-anaknya. “Semua ini berkat belas kasihan saya kepada anjing kelaparan itu. Saya lebih mengutamakan anjing itu dari diri saya sendiri.”

23 Mehr, Ayatollah Isfahani Dibunuh MKO



Tanggal 15 Oktober 1983, Ayatollah
Ataullah Asyhrafi Isfahani, wakil Imam
Khomeini dan Imam Jumat provinsi
Kermanshah, gugur syahid akibat teror
dari kelompok MKO. Ayatullah Isfahani
dalam perjuangan melawan rezim
Shah Pahlevi. Aktivitasnya dalam
memimpin rakyat Kermansyah
membuatnya berkali-kali dipenjara
oleh rezim Syah.


Setelah kemenangan revolusi Islam,
Imam Khomeini menunjuknya sebagai
Imam Jumat di Kermanshah.

Pada
tanggal 15 Oktober 1983, di saat
sedang mendirikan shalat Jumat,
beliau dibunuh oleh teroris musuh
Islam. Mengenai beliau, Imam
Khomeini berkata, "Saya mengenal
almarhum Syahid Ataullah Ashrafi
sebagai orang yang memiliki jiwa
bersih dari hawa nafsu serta memiliki
ilmu yang bermanfaat dan amal
saleh."


Ayatollah Haeri Yazdi Meninggal

Tanggal 17 Dzulqa'dah 1355 Hq,
Ayatullah al-Udzma Shaikh Abdul
Karim Haeri Yazdi, seorang ulama
besar muslim dan pendiri Hauzah
Ilmiah Qom, Iran, meninggal dunia.
Beliau dilahirkan di kota Yazd, Iran
Tengah dan setelah melalui
pendidikan dasarnya, beliau pergi ke
Irak untuk melanjutkan pendidikan.


Setelah mencapai derajat mujtahid,
Ayatollah Haeri Yazdi kembali ke Iran
dan di sana beliau melihat perlunya
didirikan sebuah pusat pendidikan
islam yang maju.
Oleh karena itulah, pada tahun 1962,
Ayatollah Haeri Yazdi mendirikan
Hauzah Ilmiah Qom yang dengan
cepat berkembang dan kini menjadi
salah satu pusat pendidikan islam
penting di dunia.


Di hauzah yang
didirikannya, Ayatollah Haeri Yazdi
banyak mendidik murid-murid yang
kemudian menjadi ulama besar, di
antaranya Imam Khomeini ra.


Ayatullah Haeri Yazdi juga
meninggalkan karya-karya penulisan,
di antaranya berjudul "Kitab ar-Ridha",
"Kitab ash-sholah", dan "kitab al-
mawarits".


(IRIB Indonesia)



Hazrat Imam Mahdi (a.s) Said:

"Indeed, right is with us and in us, and nobody else say that but a liar and an impostor."


Ref: (Bihar al-Anwar Ch.53, P.191)




"If you cannot get things as much as you desire, 
Then be contented with what you have."


"Jika Anda tidak bisa mendapatkan sesuatu sebanyak Anda inginkan,
maka puaslah dengan apa yang Anda miliki."


(Hazrat Imam Ali a.s)

11 Dzulhijjah, Mirza Jawad Maliki Tabrizi, Guru Besar Akhlak Wafat. Kamis, 2013 Oktober 17



Mirza Jawad Maliki Tabrizi yang
dikenal dengan Mirza Jawad Agha
anak Mirza Syafi' adalah seorang arif
sempurna dan ahli fiqih. Beliau
dilahirkan di kota Tabriz, Iran.


Setelah menyelesaikan pendidikan
agama tingkat pertama dan menengah,
beliau kemudian pergi ke kota Najaf,
Irak. Di sana Mirza Jawad Agha
belajar pada guru-guru besar Hauzah
Ilmiah Najaf seperti Agha Reza
Hamedani, Akhond Khorasani,
Muhaddits Nuri dan Akhond
Hamedani.


Pada 1320 Hq, Mirza Jawad Maliki
kembali ke Iran dan menetap di
Tabriz. Pada puncak-puncaknya
peristiwa Revolusi Konstitusi di Iran,
beliau pindah ke kota Qom.


Mirza Jawad Maliki Tabrizi disebut
sebagai seorang ahli ibadah hakiki.
Beliau banyak mendidikan murid-
murid yang dikemudian hari menjadi
ulama besar seperti Ayatollah
Bahauddini, Sheikh Abbas Tehrani dan
Imam Khomeini ra.


Beliau juga meninggalkan karya-karya
ilmiah seperti "Asrar al-Shalah", "al-
Muraqabaat", "A'mal al-Sanah",
"Risalah Fiqih" dan "Risalah Liqa-u
Allah".


Alim rabbani ini setelah hidup penuh
perjuangan dan mendidik manusia,
pada pagi dini hari tanggal 11
Dzulhijjah 1344 Hq meninggal dunia
dan dikuburkan di pekuburan Sheikhan
di kota Qom.

(IRIB Indonesia)

Reaksi Presiden Sukarno atas Aksi Shalat Navab Safavi di Israel!





Hujjatul Islam Sayid Mojtaba Navab
Savafi pada 11 Azar 1332 Hs pergi ke
Irak. Dari sana ia melewati Beirut dan
setelah itu ke Palestina untuk
mengikuti konferensi internasional
dengan tema "Muktamar Islami". Tuan
rumah konferensi ini adalah Jam'iyah
Inqadz Felestin dan Maktab al-Isra wa
al-Mi'raj.

Konferensi ini diresmikan
tepat malam peringatan Mikraj Nabi
Muhammad Saw.
Ketika Navab Safavi tiba di Baitul
Maqdis, mereka yang hadir di
konferensi ini tengah sibuk melakukan
perundingan.

Perjalanan selama 6 hari Navab Safavi
ke Baitul Maqdis diliput luas oleh
media-media massa dan menyebut
tujuan dari perjalanan ini adalah
mengajak dan menggerakkan kepala-
kepala negara Islam.

Di koran-koran
hari itu tertulis, Navab Safavi
mengunjungi Baitul Maqdis untuk
membentuk front bersatu dan kuat
dalam menghadapi kekuatan asing,
melaksanakan hukum Islam di negara-
negara Islam, pertemuan dengan
kepala negara Suriah dan bertemu
dengan ulama Najaf.

70 tokoh besar dunia Islam ikut hadir
dalam konferensi ini. Di awal
konferensi "Muktamar Islami", Navab
Safavi di hadapan kepala-kepala
negara dan ilmuan Islam
menyampaikan pidatonya. Ia
menyampaikan pidatonya dalam
bahasa Arab dan isinya sangat keras.

Ketika konferensi selesai, Navab
Safavi bersama 70 orang dari kepala-
kepala negara Islam melakukan
kunjungan di perbatasan Baitul Maqdis
untuk melihat dari dekat daerah-daerah
yang diduduki rezim Zionis Israel.
Ketika sampai di dekat perbatasan,
Navab Safavi melihat sebuah masjid
yang sudah rusak di daerah Baitul
Maqdis yang diduduki Zionis Israel. Ia
kemudian berdiri di atas sebuah batu
dan berkata kepada mereka yang
bersamanya,

"Apakah kalian melihat
masjid yang rusak itu? Kita akan pergi
ke sana dan menunaikan shalat di
sana. Siapa saja yang siap menghadapi
syahadah, maka ikuti saya!"

Sayid Navab Safavi kemudian berjalan
dan yang lain mulai bergerak
mengikutinya dari belakang. Ia
menurunkan kawat berduri dengan
tangannya. Tentara Israel yang berada
di sana langsung siaga dan bersiap
menembak. Mereka sangat takjub
bagaimana bisa kepala-kepala negara
dunia Islam mengikuti seorang sayid
muda.

Setelah menyingkirkan kawat duri yang
berada di antara Yordania dan Israel,
Navab Safavi lalu berkata,

"Sungguh
memalukan! Kita umat Islam hanya
bisa pergi ke tanah Palestina dengan
izin Israel."

Sukarno, Presiden Republik Indonesia
setelah kejadian itu bertanya kepada
Navab Safavi, "Mengapa engkau
melakukan aksi itu? Hampir saja
semua yang ikut terbunuh!"

Dengan tenang Navab Safavi
menjawab, "Saya sengaja membawa
kalian agar semuanya syahid. Dengan
begitu, bangsa-bangsa muslim akan
sadar dan bangkit membalas kematian
kepala-kepala negaranya."

(IRIB
Indonesia / Saleh Lapadi)



Sumber: Fars News

Rabu, 16 Oktober 2013

Imam Ja'far ash-Shadiq (a.s) : "Whoever wants to know the status of his position with Allah, must first find what status of position Allah holds within him."

Selasa, 15 Oktober 2013

Imam Ja'far ash-Shadiq (a.s) said: "The one who visits the grave of Imam Husain (a.s) knowing his right (of Imamah) then it is as if he has done the Ziyaarat of Allah on the Arsh."





Source: http://www.facebook.com/TheShiatuAli
You knock, He opens. You attend, He welcomes. You ask, He gives. You sin, He tests. You repent, He forgives. You sin again, He forgives again. You cry, He listens. Everything you do, is about you; and everything He does, is about you.

"So which of Allah's favours will you deny?"

Senin, 14 Oktober 2013




"Dia [Fatima] adalah bunga dari surga, yang datang dan pergi, tapi yang aromanya akan selamanya tetap dalam pikiran saya."


"Kemarahan dimulai dengan kegilaan dan berakhir dengan penyesalan."
- Imam Ali (AS) -

Imam Ali (a.s) Saying

"Your sickness is from you,
but you do not perceive it,
and your remedy is within you,
but you do not sense it.

You presume you are a small entity,
but within you is enfolded the entire Universe.

You are indeed the evident book,
by whose alphabet the hidden becomes manifest.

Therefore you have no need to look beyond yourself.
What you seek is within you, if only you reflect."
Ziarah Sayyidah Fathimah az-Zahra (a.s)



"Filsafat sendiri merupakan cara, bukan tujuan. Yaitu cara utk memahami problem, tapi tidak membawa ke keimanan yg kuat, yg merupakan masalah intuisi & rasa."

- Imam Khomeini (ra) -

Minggu, 13 Oktober 2013

Imam Ali al-Hadi dan Panglima Turki

Imam Ahlul Bait ke-10, Ali al-Hadi, dilahirkan di Madinah pada 15 Dzulhijjah 212 Hijriah (masa kepemimpinan [imâmah] beliau pada 220-254 Hijriah). Pada 3 Rajab 254 Hijriah, dalam usia 42 tahun, beliau syahid di kota Samurra' (Iraq) akibat diracun Mu'tamad Abbasi atas perintah Mu'taz (khalifah Abbasiah ke-13). Makam suci beliau terletak di kota Samurra'.

Salah seorang pemimpin zalim pada masa imamâh beliau bernama Watsiq (khalifah Abbasiah ke-9). Orang-orang Watsiq datang ke Madinah dengan dipimpin seseorang berkebangsaan Turki. Mereka datang guna menumpas para pemberontak di Hijaz.

Abu Hasyim Ja'fari berkata, "Imam Ali al-Hadi berkata kepada kami—yang ada dihadapan beliau, 'Marilah kita bangkit dan menyaksikan dari dekat persiapan dan persenjataan yang dibawa Panglima Turki itu.' Kami pun keluar dari rumah dan berangkat menuju tempat berkumpulnya pasukan yang di bawa Panglima Turki itu. Kami berdiri tidak begitu jauh dari pasukan itu dan menyaksikan mereka."

"Tiba-tiba, Panglima Turki itu naik ke punggung kudanya dan menghampiri kami. Setelah dekat, Imam Ali al-Hadi berbicara dengannya dalam beberapa kalimat bahasa Turki. Ia merasa amat ketakutan lantaran menghadapi keagungan maknawiyah Imam Ali al-Hadi. Ia segera turun dari kudanya dan mencium kaki kuda yang ditunggangi Imam Ali al-Hadi. Saya lalu bertanya kepada Panglimma itu, 'Mengapa engkau begitu ketakutan sewaktu berhadapan dengan beliau (padahal engkau tidak mengenalnya)?'

Panglime itu balik bertanya, 'Apakah orang itu (sambil menunjuk Imam al-Hadi) seorang Nabi?' Saya menjawab, 'Bukan.' Panglima berkata, 'Ia telah memanggilku dengan nama kecilku semasa aku berada di Turkistan, padahal sampai detik ini tak seorangpun yang tahu bahwa aku punya nama itu?'"

Imam Ali ibn Abi Thalib (a.s)

He was born in the purest of places (ka'bah), the best of days (Friday), martyred in the best of months (Ramadhan), on the best of nights (Qadr), in the best of moments (Shalat), in the best of positions (Sujud) and was married to the best woman (Fatima), yet they still blame me for loving you Yaa Ali...

Sabtu, 12 Oktober 2013

Ayatullah al-Hâ'irî, Teladan Kemuliaan

Salah seorang ulama terkemuka dan agung adalah almarhum Ayatullah Syaikh Murtadha al-Hâ'irî. Beliau putera pendiri Hauzah Ilmiyah (sekolah agama), almarhum Syaikh Abdulkarim al-Hâ'irî. Beliau dilahirkan di Arak (Iran selatan) pada 14 Dzulhijjah 1334 Hijriah Qamariah. Pada tanggal 23 Jumaidi al-Tsani, dalam usia 72 tahun, beliau wafat. Kubur beliau terletak disekitar makam suci Sayyidah Fathimah al-Ma'shumah (di kota Qum) dan berada disamping kubur ayahandanya.

Syaikh Murtadha al-Hâ'irî benar-benar seorang alim serta memiliki berbagai kesempurnaan maknawi dan kebersihan hati. Selama lebih dari 50 tahun, beliau aktif mengajar dan mendidik para pelajar di berbagai tingkat pendidikan. Beliau berperan sungguh luar biasa dalam mengembangkan Hauzah Ilmiyah dalam berbagai aspeknya.

Berkenaan dengan pribadi Ayatullah al-Hâ'irî, Imam Khomeini menyatakan, “Sejak awal didirikannya Hauzah Ilmiyah yang penuh berkah di kota Qum oleh ayah beliau yang mulia dan memberi berkah cukup banyak, saya telah mengenal beliau (Ayatullah Murtadha al-Hâ'irî). Setelah beberapa waktu, saya mengenal beliau lebih dekat dan menjadi sahabat beliau. Dalam pergaulan yang cukup lama, saya tidak melihat apapun pada diri beliau kecuali kebaikan. Beliau senantiasa berusaha keras mengemban tugas ilmiah dan keagamaan. Pribadi agung ini adalah sosokk yang adil dan memiliki maqam (kedudukan) yang tinggi di bidang fikih. Pada awal pergerakan Islam Iran, beliau termasuk orang yang berada di garda depan.”

Banyak kisah menarik berkenaan dengan perihidup Ayatullah Syaikh Murtadha al-Hâ'irî. Selama hidupnya, beliau sudah 64 kali pergi ke Masyhad untuk berziarah ke makam Imam Ali al-Ridha. Menurut cerita salah seorang ulama, beliau pernah berkata, “Dalam ziarah sebanyak 64 kali ini, saya senantiasa meminta kepada Imam Ali al-Ridha untuk menyambut panggilan saya dan melindungi saya di tiga tempat yang amat menakutkan; di saat pembagian buku amal perbuatan; di saat melintas jembatan (shirât); di saat berada di samping neraca (tempat penimbangan amal baik dan buruk).”

Dalam hal ini, Imam Ali al-Ridha sendiri berkata, “Barangsiapa datang dari tempat yang jauh untuk berziarah kepadaku, pada hari kiamat nanti aku akan mendatanginya di tiga tempat [di atas], dan akan menolongnya.”

Sejumlah orang yang dapat dipercaya, mengisahkan bahwa beliau (Ayatullah Syaikh Murtadha al-Hâ'irî) pernah berkata, “Pada perjalanan terakhirku ke Masyhad, Imam Ali al-Ridha berkata kepadaku (dalam mimpi atau lainnya) sebagai berikut ‘Engkau jangan datang lagi kepadaku. Sekarang giliranku menemuimu.’”
Dengan itu, beliau sadar bahwa ajalnya sudah dekat.

Kesejahteraan atasnya pada saat dilahirkan, wafat, dan dihidupkan kembali di hari dibangkitkan.

Jumat, 11 Oktober 2013

When The Skies Wept Blood

On the Tenth Day, of the First Month
of the Islamic calendar, in the year
61; on the hot desert plains of
Karbala, a small group of 73 noble
individuals were massacred by an
army of 70,000 men. The victims were devout followers of
the religion of Islam.
The perpetrators, led by Yazeed, son
of Mu'awiyah, claimed to follow that
very same religion. It was a day
'When Skies Wept Blood'. The sacrifice of Karbala is unrivalled
from the dawn of time, yet the
martyrdom of Hussain and his exalted
72 companions is neglected by the
majority of Muslims and non muslims,
alike. Imam Hussain sought to bring justice
through this great sacrifice. He did
not revive the religion of Islam, he
re surrected it.
Red tears brings you a historical
documentary looking at the chain of events from the death of the Holy
Prophet, Muhammad, to the tragic
massacre of Karbala.
A man came to Imam Hussain (Master of the martyrs) and said: "I am a sinful man and can't avoid doing sin, please advise me."

Imam (as) said: "If you can do these five things, then commit sin as much you like. First of all: don’t eat the sustenance of God and commit sin as much you like. Second: go beyond the domain of God and commit sin as much you like. Third: seek a site where God can not observe you and commit sin as much you like. Fourth : if the Angel of death comes to you to take away your soul, expel him away from yourself and commit sin as much you like. Fifth: If the Angel of Hell was about to throw you into the hell-fire, stop him and commit sin as much you like."

Hajj

May Allah accept the Hajj of those
whom He has called to His House. He
has, however, not deprived us, who
are here. In His Infinite Mercy He has
blessed us to join those who are there.


His Abounding Grace is equally showered on all.
Wherever we are, we should turn
towards Allah and implore Him to
accept our repentance and grant us
the honour to visit His House and
perform the rituals of Hajj, and visit the tomb of the Holy Prophet-SAW. He
is able to do everything and can
shower His blessings on everyone. We
should become His obedient slaves so
that He is well pleased with us.


Every beat of our hearts should glorify His Name. Every organ of our
body should become subservient to His
Commands.
Our foreheads should be constantly
bowed at His door and our hands
should remain raised in supplication before Him.


Ya Rabb! May we live with this and die
on this and be raised along with people
of such virtues!




Source: http://www.facebook.com/TheShiatuAli

Rasa Hormat Ayatullah Burujurdi terhadap Imam Khomeini

Pada masa awal kedatangan Imam Khomeini di kota Qum, Ayatullah Burujurdi memerintahkan mencari seseorang yang mampu menulis dengan indah untuk dijadikan sekretaris beliau; menulis dan menghapus sebagian tulisan-tulisan beliau.

Para sahabat lalu sibuk mencari orang yang layak untuk itu. Sampai pada suatu hari, mereka berhasil menemukan orang yang tulisannya indah dan membawanya ke hadapan Ayatullah Burujurdi untuk diperkenalkan kepada beliau. Kebetulan, saat itu hadir pula Imam Khomeini.

Ternyata, Ayatullah Burujurdi menolak orang yang tulisannya indah itu sebagai sekretarisnya. Sebagian orang bertanya kepada Sayyid Ahmad Khomeini, tentang alasan Ayatullah Burujurdi tidak menerima orang itu sebagai sekretarisnya.

Sayyid Ahmad Khomeini menjawab, "Tatkala orang itu menghadap Ayatullah Burujurdi, Imam Khomeini berada disana. Ayatullah Burujurdi marah dan berkata, 'Siapa saja yang duduk lebih tinggi dari Ayatullah Khomeini, tak ada gunanya bagiku.'"

Yakni, orang yang tidak menjaga sopan santun dan rasa hormat terhadap pribadi semacam Imam Khomeini, dianggap tak layak menjadi sekretaris beliau.

Peristiwa ini menjelaskan betapa besarnya rasa hormat Ayatullah Burujurdi kepada Imam Khomeini. Itu terjadi sekitar 10 tahun sebelum kebangkitan Imam Khomeini melawan Rezim Syah.

Kamis, 10 Oktober 2013

Imam Hussain (as) said : “whoever comes to us will find at least
one of these four : he will hear sound reasoning , will see fair judgement , will face a helpful brother , and will enjoy the company of learned men. ”
Christiano is a great friend. If i go into the locker room and i forget to say Bismillah, he often comes to me and say, "Mesut, you forgot to say Bismillah.."

- Mesut özil

- A Good Action -

A poor man, who was hungry, came out of his house. He did not know where to go. He wandered around the streets. He walked and walked and walked until near sunset he reached the masjid. He looked at a few people who were standing together and chatting. He went up to them and asked for help. They looked at him but no one helped him. The man, hopeless, turned back. Then, he heard a sound and looked around. One person was calling him. The person who called him took out a coin and gave it to him. The rest of the people saw what happened and they, too, took out coins from their pockets and gave them to him. The poor man counted the coins, became happy, and prayed for all of them.

Prophet Muhammad (s) was happy with the actions of his friends. He turned towards the man who first gave help to the poor man and said: "Whoever does a good action and others learn from him and then they also perform a good action, that person will receive a reward from God equal to all of them together."
Imam Ali (a.s) said: “Anger is a stroke of madness, since that afflicted later feels remorse and regret.”

Rabu, 02 Oktober 2013

DO'A MA'RIFAT

"Ya Allah..
Kenalkan aku akan DiriMu.. sekiranya tak Kau kenalkan aku tentang DiriMu, tak kenal aku akan RasulMu..

Ya Allah..
Kenalkan aku akan RasulMu.. sekiranya tak Kau kenalkan aku akan RasulMu, tak kenal aku akan HujjahMu..

Ya Allah..
Kenalkan aku akan HujjahMu.. sekiranya tak Kau kenalkan aku tentang HujjahMu, sesatlah agamaku.."

Syair Imam Ali (a.s) kepada Sayyidah Fathimah az-Zahra (a.s)

Salam sejahtera atasmu Wahai Fathimah az-Zahra
Salam atasmu Wahai putri Muhammad.. Wahai cahaya mata Rasul.. Wahai penghulu maula kami..
Kami hadapkan diri kami kepadamu, berharap syafa'atmu..
Dan menjadikanmu sebagai perantara..
Kami haturkan kepadamu segala hajat kami..

Wahai yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah..
Syafa'atilah kami di sisi Allah..


(Ini adalah bahasa keadaan Ali as didekat jasad az-Zahra as)

"Mulai hari ini, kan kurasakan ribuan tahun nestapaku..
Malam ini, kan kumandikan bungaku, bunga kuncupku dan tulipku dengan air mata..

Wahai awan, menangislah bersamaku!
Wahai awan, menangislah bersamaku!

(Ungkapan ini beliau sampaikan tatkala memandikan jasad Sayyidah Fathimah)

Wahai awan, menangislah bersamaku!
Karena malam ini akulah orang yang paling kesepian dimuka bumi!
Malam ini akulah orang yang paling kesepian dimuka bumi!
Wahai cerminku yang telah hancur, sepeninggalmu tiada lagi yang bisa kuajak berbagi..
Mulai saat ini, aku yang kesepian dan lelah ini..

Wahai Zahra, tak kan kudengar lagi suaramu yang menyayat hati..
Wahai Zahra, karena kesepian.. mulai saat ini hingga kiamat,
kan kusandarkan kepalaku ke dinding siang dan malam..
Ku tak ingin semua kenangan indah bersamamu hilang dari benakku..

Mengapa engkau padam.. Wahai lentera rumah?!
Mengapa engkau tak mau bicara denganku?!
Mengapa engkau padam.. Wahai lentera rumah?!
Mengapa tak kau ambil keletihan ini dari diriku?!

Ya Allah! Apa yang kulihat pada malam ini?!
(Imam Ali sedang memandikan jenazah az-Zahra)

Ya Allah! Apa yang kulihat pada malam ini?!
Wahai Zahraku yang teraniaya, maafkanlah aku..
Sungguh aku malu dengan wajah yang berbekas tamparan ini..
Wahai Zahra, bicaralah denganku..
Mengapa tak kau beritahu aku, siapa yang telah menampar wajahmu?!
Wahai kekasihku, bicara dan jawablah pertanyaanku..
Siapa yang telah mematahkan tulang rusukmu yang suci ini?

Bukankah dulu engkau penyejuk hatiku?..
Mengapa engkau tak tahan tinggal bersamaku?..
Wahai satu-satunya penyejuk hatiku..
Mengapa kau tinggalkan aku sendirian?..
Dalam perpisahan ini, dimana kini engkau akan menghadap Rasulullah..
Ceritakanlah padanya semua kejadian yang kau alami..
Sampaikan salamku kepada Rasulullah, ayahmu..
Jika beliau bertanya tentang keadaanku, jawablah "Ali menahan amarahnya.."
Ya Zahra, jika beliau bertanya: "Mengapa Ali tak datang [menolongmu]?"
Katakanlah, "mereka mengikat lehernya.."
Wahai Zahra! Adukanlah kepada Muhammad, bahwa mereka telah menggugurkan Muhsinmu..
Katakanlah 'dengan mata yang terbasahi air mata'.. "Aku melihat mereka menyeret Ali ke masjid.."


Imam Ali Khamenei berkata: "Bela sungkawaku [atas Fathimah az-Zahra] hanya akan kusampaikan kepada Imam Zaman.." 

Pidato Natal

"Salam atasmu, Wahai Yesus Kristus..
Salam atasmu, Duhai Putra Maria..
Salam atasmu kala kau lahir, kala kau hidup, dan kala kau wafat..

Salam atas para pengikutmu..
Salam dariku yang mencintaimu..
Salam dari orang yang menangisimu kala merenungkan kelahiran pada zamanmu dari rahim suci ibumu dalam kacaunya dunia..

Salam atasmu dariku yang mengenalmu dari saudaramu..
Salam atasmu dariku atas nama saudaramu..
Salam atasmu yang aku mencintaimu karenanya..

Salam atasmu yang kami juga merayakan kelahiranmu pada setiap tanggal 25 bulan 11 tahun Hijriyah..

Wahai Putra Maria, aku mengadukan kepadamu akan zaman ini, betapa agama-agama nyaris kehilangan kasih..
Aku mengadu kepadamu betapa hubungan diantara kami sesama manusia telah terlanjur formalistis..
Aku mengadu kepadamu betapa zaman ini alangkah banyaknya khutbah tetapi alangkah sedikitnya cinta..

Aku mengadu kepadamu betapa zaman ini alangkah semaraknya ambisi dunia dengan semarak pesta diantara ketinggian teknologi dan bangunan-bangunan tinggi megah..
Sungguh amat semarak..
Tetapi tiada cinta..

Aku mengadu kepadamu akan zaman ini, zaman yang dimana suara-suara cinta menggetarkan ruang-ruang udara dan ruang-ruang bumi, tetapi tidak dapat menggetarkan ruang-ruang jiwa kami..

Duhai Al-Masih, aku panjatkan tanganku kepadamu, aku mohonkan dengan rinduku kepadamu.."

"Hujani Negriku dengan Cintamu.."